Bandrek dikenal sebagai minuman hangat yang rasanya manis dan pedas. Rasanya yang hangat memberikan sensasi hangat pada tubuh. Bandrek adalah salah satu minuman khas dari Jawa Barat. Bandrek Abah merupakan salah satu brand yang cukup terkenal khususnya di kawasan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Bandrek ini mudah ditemukan di toko oleh-oleh di sepanjang Jalan Wisata Kabupaten Bandung, dan selama ini juga tersedia secara online.
Minuman ini terutama terdiri dari campuran lada hitam, jahe, gula kawung (gula aren) dan rempah-rempah lainnya. Cara memasaknya adalah dipanggang dan biasanya disajikan panas, dan berkat bahan-bahan alaminya, Bandrek bisa dimakan untuk segala usia. Apalagi saat udara dingin atau musim hujan. Cara penyajiannya juga berbeda. Selain bisa dicampur dengan Creamer, susu juga bisa ditambahkan, meski di blender. Meski diminum saat dingin, tetap hangat di tenggorokan. Ini salah satu kelebihannya.
Minuman tradisional masyarakat Jawa Barat (Sunda) ini sering dijual sebagai minuman snack. Dia biasanya bergaul dengan teman dekatnya, Bajigur. Kedua minuman ini kebanyakan dijual menggunakan gerobak dorong kecil. Namun, kedua minuman tersebut kini juga menjadi menu minuman di kafe-kafe hotel berbintang. Bahkan banyak dijadikan sebagai welcome drink. Dalam perkembangannya, Bandrek juga dikemas dan disajikan dalam kemasan siap saji. Seperti bandrek Abah yang diproduksi di Cimanggu, Ciwidey, Kabupaten Bandung. Setidaknya, ada dua kemasan generik yang ditawarkan. Kemasan botol dan kemasan sachet.

Produksi Bandrek ini dimulai pada tahun 1982. Mendapatkannya sangat mudah. Minuman khas ini banyak dijumpai di toko-toko atau toko oleh-oleh di sekitar Jl. Raya Ciwidey hingga Situ Patengan. Soal harga tentu saja bervariasi. Bahkan, untuk botol 750ml yang lebih besar, misalnya, ada tiga pilihan “tingkat kehangatan” yaitu Hangat, medium, dan Pedas.

Sobana, sang pemilik, mengatakan pembuatan Bandrek Abah terinspirasi dari ayahnya. Perlu diketahui bahwa kata “Abah” dalam bahasa Sunda berarti “ayah”. Ayahnya biasa berjualan Bandrek keliling dan menghabiskan waktunya di pemandian air panas di Desa Cimanggu, Desa Patengan, Rancabali, Bandung.
Namun, Bandrek yang dijual ayahnya diseduh langsung, bukan dalam botol seperti yang dijualnya saat ini. Meski sudah lama mendengar tentang keberadaan Bandrek di Bandung yang dijual dalam kemasan botol dan laris manis. Dari situ ia terdorong untuk membuat biji atau nira dalam botol seperti sirup. Pada tahun 1979, Subana berbohong kepada orang tuanya bahwa dia ingin bekerja di Jakarta. Saat itu ayahnya memberinya Rp.20.000
“Padahal saya berbohong kepada ayah saya, itu uang untuk membeli gula, bahan baku dan apa yang perlu ditambahkan, dan bertanya kepada ibu saya apa yang harus dibuat, tetapi saya mencampurnya dan gagal,” katanya.
Ia ketahuan berbohong dan diminta menukarkan uang yang diberikan ayahnya. Sobana harus bekerja mencari dan menjual kayu bakar untuk menggantikan uang ayahnya.
Selanjutnya dari hasil penjualan kayu bakar tersebut, ia menyisihkan uang dan dengan tambahan dari ayahnya, ia kembali mencoba untuk meracik benih Bandrek. Dia membeli 5 kg gula merah dan bahan lainnya untuk membuatnya. Bedanya, kali ini ia mendapat dukungan dan bantuan dari ayahnya. Bahkan nama Bandrek Abah bahkan disebut Sobana berasal dari bapaknya tersebut
“Saya nanya ke abah , orang lain (produk) pakai nama, dinamain apa Bandrek ini. Sudah aja kata abah pakai Bandrek Abah aja biar kamu hidup seumur hidup. Suruh dia pakai rugos juga, aturan pakai komposisi, foto dan taruh di botol.”
Namun, setelah sukses membuat ikat kepala botol, Sobana kesulitan memasarkannya. Pasalnya saat itu banyak toko oleh-oleh yang enggan menerima Bandrek Abah karena bandrek berbentuk botol masih terlalu eksotik.
“Kalau soal marketing namanya orang awam, apalagi masuk Ciwidey mau kabur gitu, enggak ada yang mau malah diolok-olok, brand apa, ketawa-ketawa warung,” ujarnya.
“Lalu ada Bu Yani, beliau yang pertama nerima Bandrek di Warung Kampung, tempat menjual Kalua Jeruk. Kalua jeruknya Laku, Bandreknya juga ikut laku. dari situ dia ditanya sampai orang yang menolak (pertama) datang ke rumah memintanya (dikirim oleh Bandrek ayahnya)”.
Dari situ, Bandrek Abah mulai bermunculan, penjualannya meningkat, dan permintaannya pun meningkat dari tahun ke tahun. Dari segi produksi juga meningkat. Dari yang awalnya hanya dibuat Bandrek abah dengan bahan utama gula merah 5 kg, kemudian ditambah menjadi 10 kg, 15 kg, dan sekarang bisa sampai 5 ton.
Sobana menuturkan tentang cara membuat Bandrek Abah sebenarnya sangat mudah. Gula merah sebagai bahan utama bersama dengan bahan lain seperti jahe, kayu manis dan pala direbus di atas kompor. Setelah matang, masukkan ke dalam botol, dikemas, dan siap dipasarkan.
“Sehari (sudah jadi). Rebus setengah jam, masukkan bumbu, dan langsung dikemas. Saya butuh satu setengah jam, dan saya di atas kompor karena saya menggunakannya,” katanya.
Pabrik Bandrek Abah saat ini mampu memproduksi 2.000 hingga 3.000 botol per bulan yang dikirim ke toko-toko suvenir Bandung. Sebelum pandemi, Bandrek Abah juga mengirim ke restoran Sunda di Jakarta hingga Bali.
“Nah sekarang ada kendala banget, ada dampak COVID-19, maksimal 2.000 sampai 3.000 botol per bulan. Kalau dulu baik-baik saja, sampai 5.000 (botol), kadang lebih kalau ambil rata-rata 5.000,” kata Sobana. harga Rp.30.000 dari pabrik, dan jika di toko bisa mencapai Rp. 35.000.”
Sobana adalah contoh pengusaha sukses di UMKM berkat ketekunannya. Kita bisa menirunya mencoba.
Popularitas Bandrek tidak pernah pudar. Banyak orang mengkonsumsi minuman tradisional ini hanya untuk menghangatkan tubuh. Dengan rasa alami, Bandrek tetap bersemi sepanjang hari dalam kehangatan.
0 Comments